Seperti biasa, “the new begining ”,
Saya
memaksa tegar jalani hari yang telah saya pilih, semenjak resign dari pegawai kantor. Kenapa saya memilih resign? Banyak
faktor menjadi alasan. Namun , yang pasti keyakinan saya bahwa di luar
kantor sangat banyak pengalaman yang akan menunggu saya, membuat saya tertantang.
Hari baru
pertama saya, saya awali dengan menjadi pengajar anak-anak di sebuah bimbingan
belajar. Bimbingan belajar ini bukan bimbingan belajar elite layaknya bimbingan belajar di kota-kota
besar. Dibangun ditengah sawah bawang, di samping kebun mawar, dibawah alam
yang membentang, langit sebagai kitab kehidupan tak terbatas dan awan yang
menggulung seperti domba, yayasan ini bangkit kembali setelah tidur lamanya. Seperti
putri tidur yang bangkit setelah dicium sang pangeran, yayasan yang semula
berdiri kokoh di pusat kota dengan masa kejayaan di bidang ilmu Agama selama
hampir 30 tahun dengan popularitas tak tertandingi se-Indonesia pada akhirnya
harus mengalah memberikan tanah pada ahli waris yang krisis moral merebut tanah
yayasan ini. Kemudian beberapa manusia yang masih peduli berkorban keringat dan
harta benda untuk membangunkan dari tidur panjangnya. Mereka malaikat yang
disiapkan Tuhan seperti Tuhan menyiapkan pangeran untuk membangunkan puteri
tidur di negeri dongeng. Lima tahun lalu, Yayasan ini kembali dibangun di atas
lahan subur dipinggir kota. Jauh dari keramaian dan pemandangan serakahnya
tikus-tikus kota. Tak banyak yang mengenal bahwa yayasan termasyhur di kota
Batu ini, bangkit kembali.
Profesi ini
masih linier dengan jurusan pendidikan tinggi saya yaitu Pendidikan Biologi dan
sangat kontras dengan kehidupan liar remaja yang merasa dirinya muda di luar
sana. Namun, saya rasa inilah hidup yang benar-benar hidup karena dari mereka
cerita cerita kecil terungkap. Cerita tentang senyuman tulus, cerita tentang
murninya ketegaran dan tentang masa depan negeri ini tercermin dari mata
mereka. Tak jarang mereka yang duduk di bangku madrasah menceritakan
kefanatikan mereka terhadap salah satu jamaah solawat terpopuler di Malang Raya,
tempat saya tinggal. Yang lain menceritakan permainan gadget terbaru mereka. Dan
yang terdiam, dengan domisili ditengah padang savana, ladang tak terawat, di
belakang kandang kambing atau kuda yang meringkik tengah malam menjadi orkestra jazz terunik di telinga mereka, hanya
diam dengan tatapan antusias. Pemandangan yang indah bagi orang-orang yang
merindukan hangatnya masa kecil seperti saya.
Yayasan putri
tidur ini, membuka pusat bimbingan belajar. Pukul 15.00 WIB – 17.00 WIB
anak-anak belajar mengaji di bangunan 4 ruang ini. Sedang, malam hari menjadi
tempat terdamai untuk mengulas pekerjaan rumah atau belajar buat tes dikeesokan
harinya bagi mereka, anak-anak dari orang tua yang terlalu sibuk untuk
mengajari anaknya.
Malam ini
seperti biasa saya membimbing belajar siswa kelas 6. Dua siswa yang saya
bimbing belajar berjenis kelamin laki-laki. Rumah mereka bukan berada 100 - 200
m dari tempat ini, melainkan hampir 5 kilometer. Kemajuan teknologi dengan
semakin marebaknya kendaraan bermotor, jarak itu tidak jadi masalah bagi
mereka. Berada di lereng gunung panderman dengan udara sejuk dan pemandangan
Malang Raya yang bercahaya di malam hari membuat wilayah tempat tinggal mereka
dilirik pemerintah untuk dijadikan wahana wisata malam. Wahana wisata itu tidak
hanya berdiri sendiri. Puluhan hotel, penginapan dan villa dibangun demi
menunjang daya tarik tempat wisata tersebut. Disamping itu, beberapa wahana
lain pun dibangun juga disekitarnya. Ratusan ribu wisatawan meningkat dari
tahun ke tahun mengunjungi berbagai wahana wisata di Kota ini. Hal tersebut
mendukung julukan kota kami sebagai Kota Wisata.
Puluhan ribu
penginapan dibangun oleh pihak swasta dengan perijinan pemerintah kota. Namun ratusan
ribu wisatawan berdatangan dari berbagai penjuru kota diseluruh wilayah
Indonesia dan mancanegara. Tampaknya hal tersebut membuka peluang usaha
masyarakat setempat.
Malam ini,
siswa saya bercerita tentang keadaan kampungnya yang berubah menjadi Homestay. Mata
pencaharian penduduk yang baru meninggalkan mata pencaharian lama mereka
sebagai petani atau buruh perkebunan. Perkampungan homestay itu terbuka 24 jam.
Dengan fasilitas dari termurah hingga fasilitass penginapan elite tersedia
disana. Penduduk setempat memanfaatkan kondisi ramainya wahana wisata malam dan
terbatasnya angkutan umum ketika malam hari dengan membuka homestay tersebut.
Pendapatan
mereka meningkat tajam ketika liburan tiba. Ratusan wisatawan domestik maupun
mancanegara akan menyewa homestay tersebut. Tanggal merah seperti hari minggu
pun beberapa wisatawan akan tetap menyewa homestay tersebut. Tak peduli musim
hujan maupun musim kemarau tempat persewaan mereka akan tetap menghasilkan
keuntungan. Sungguh berbeda dengan pendapatn mereka sebgai petani atau buruh
perkebunan yang tak tentu dan tergantung cuaca.
“Apakah
seluruh wisatawan tersebut terdiri dari satu keluarga?” tanya saya kemudian
ketika kedua siswa saya berceloteh dengan wajah polos.
“tentu
tidak bu, terkadang mas mas dan mbak mbak yang lagi pacaran pun menyewa disitu”
Jawaban yang
dapat diduga sejak awal.
Sangat disayangkan,
siswa kelas 6 SD harus mengetahui mujikari di tempat mereka biasa bermain
bersama kawan-kawan mereka. Tempat sejuk nan rimbun, berbatasan dengan hutan
pinus dan air terjun Coban Rais, seharusnya menjadi tempat layak bagi mereka
untuk mengenal alam. Belajar menguraikan teori Sir Issac Newton tentang teori
apel jatuhnya, dimana banyak perkebunan apel di kota indah nan sejuk ini. Tapi tidak
dengan anak-anak itu. Mereka yang agamis, yang sangat fanatik dengan golongan
agama yang mereka anut, mereka yang meluangkan waktunya untuk menempa ilmu
agama, harus menonton adegan mesra pendatang tempat mujikari tersebut. Penampilan
seksi para wisatawan antah berantah itu akan mensugesti fase delta dan teta
otak anak-anak kecil untuk menghasilkan hormon perkembangan kedewasaan lebih
cepat. Meracuni konsentrasi pelajaran matematika mereka.
Kita mungkin
sudah meninggalkan tahapan bangsa alam (Naturvolk), dan majoritas sudah mulai
memasuki tahapan bangsa budaya (Kulturvolk). Akan tetapi seperti inikah
kebudayaan yang akan kau tanamkan bagi generasi kami, pak? Generasi 1 abad
indonesia.........
iseng
BalasHapus