Jumat, 17 Januari 2014

teori Sir Issac Newton di lembah mujikari Kota Batu

Seperti biasa,  “the new begining ”,
Saya memaksa tegar jalani hari yang telah saya pilih, semenjak resign dari pegawai kantor. Kenapa saya memilih resign? Banyak faktor menjadi alasan. Namun , yang pasti keyakinan saya bahwa di luar kantor sangat banyak pengalaman yang akan menunggu saya, membuat saya tertantang.
Hari baru pertama saya, saya awali dengan menjadi pengajar anak-anak di sebuah bimbingan belajar. Bimbingan belajar ini bukan bimbingan belajar  elite layaknya bimbingan belajar di kota-kota besar. Dibangun ditengah sawah bawang, di samping kebun mawar, dibawah alam yang membentang, langit sebagai kitab kehidupan tak terbatas dan awan yang menggulung seperti domba, yayasan ini bangkit kembali setelah tidur lamanya. Seperti putri tidur yang bangkit setelah dicium sang pangeran, yayasan yang semula berdiri kokoh di pusat kota dengan masa kejayaan di bidang ilmu Agama selama hampir 30 tahun dengan popularitas tak tertandingi se-Indonesia pada akhirnya harus mengalah memberikan tanah pada ahli waris yang krisis moral merebut tanah yayasan ini. Kemudian beberapa manusia yang masih peduli berkorban keringat dan harta benda untuk membangunkan dari tidur panjangnya. Mereka malaikat yang disiapkan Tuhan seperti Tuhan menyiapkan pangeran untuk membangunkan puteri tidur di negeri dongeng. Lima tahun lalu, Yayasan ini kembali dibangun di atas lahan subur dipinggir kota. Jauh dari keramaian dan pemandangan serakahnya tikus-tikus kota. Tak banyak yang mengenal bahwa yayasan termasyhur di kota Batu ini, bangkit kembali.
Profesi ini masih linier dengan jurusan pendidikan tinggi saya yaitu Pendidikan Biologi dan sangat kontras dengan kehidupan liar remaja yang merasa dirinya muda di luar sana. Namun, saya rasa inilah hidup yang benar-benar hidup karena dari mereka cerita cerita kecil terungkap. Cerita tentang senyuman tulus, cerita tentang murninya ketegaran dan tentang masa depan negeri ini tercermin dari mata mereka. Tak jarang mereka yang duduk di bangku madrasah menceritakan kefanatikan mereka terhadap salah satu jamaah solawat terpopuler di Malang Raya, tempat saya tinggal. Yang lain menceritakan permainan gadget terbaru mereka. Dan yang terdiam, dengan domisili ditengah padang savana, ladang tak terawat, di belakang kandang kambing atau kuda yang meringkik tengah malam menjadi  orkestra jazz terunik di telinga mereka, hanya diam dengan tatapan antusias. Pemandangan yang indah bagi orang-orang yang merindukan hangatnya masa kecil seperti saya.
Yayasan putri tidur ini, membuka pusat bimbingan belajar. Pukul 15.00 WIB – 17.00 WIB anak-anak belajar mengaji di bangunan 4 ruang ini. Sedang, malam hari menjadi tempat terdamai untuk mengulas pekerjaan rumah atau belajar buat tes dikeesokan harinya bagi mereka, anak-anak dari orang tua yang terlalu sibuk untuk mengajari anaknya.
Malam ini seperti biasa saya membimbing belajar siswa kelas 6. Dua siswa yang saya bimbing belajar berjenis kelamin laki-laki. Rumah mereka bukan berada 100 - 200 m dari tempat ini, melainkan hampir 5 kilometer. Kemajuan teknologi dengan semakin marebaknya kendaraan bermotor, jarak itu tidak jadi masalah bagi mereka. Berada di lereng gunung panderman dengan udara sejuk dan pemandangan Malang Raya yang bercahaya di malam hari membuat wilayah tempat tinggal mereka dilirik pemerintah untuk dijadikan wahana wisata malam. Wahana wisata itu tidak hanya berdiri sendiri. Puluhan hotel, penginapan dan villa dibangun demi menunjang daya tarik tempat wisata tersebut. Disamping itu, beberapa wahana lain pun dibangun juga disekitarnya. Ratusan ribu wisatawan meningkat dari tahun ke tahun mengunjungi berbagai wahana wisata di Kota ini. Hal tersebut mendukung julukan kota kami sebagai Kota Wisata.
Puluhan ribu penginapan dibangun oleh pihak swasta dengan perijinan pemerintah kota. Namun ratusan ribu wisatawan berdatangan dari berbagai penjuru kota diseluruh wilayah Indonesia dan mancanegara. Tampaknya hal tersebut membuka peluang usaha masyarakat setempat.
Malam ini, siswa saya bercerita tentang keadaan kampungnya yang berubah menjadi Homestay. Mata pencaharian penduduk yang baru meninggalkan mata pencaharian lama mereka sebagai petani atau buruh perkebunan. Perkampungan homestay itu terbuka 24 jam. Dengan fasilitas dari termurah hingga fasilitass penginapan elite tersedia disana. Penduduk setempat memanfaatkan kondisi ramainya wahana wisata malam dan terbatasnya angkutan umum ketika malam hari dengan membuka homestay tersebut.
Pendapatan mereka meningkat tajam ketika liburan tiba. Ratusan wisatawan domestik maupun mancanegara akan menyewa homestay tersebut. Tanggal merah seperti hari minggu pun beberapa wisatawan akan tetap menyewa homestay tersebut. Tak peduli musim hujan maupun musim kemarau tempat persewaan mereka akan tetap menghasilkan keuntungan. Sungguh berbeda dengan pendapatn mereka sebgai petani atau buruh perkebunan yang tak tentu dan tergantung cuaca.
“Apakah seluruh wisatawan tersebut terdiri dari satu keluarga?” tanya saya kemudian ketika kedua siswa saya berceloteh dengan wajah polos.
“tentu tidak bu, terkadang mas mas dan mbak mbak yang lagi pacaran pun menyewa disitu”
Jawaban yang dapat diduga sejak awal.
Sangat disayangkan, siswa kelas 6 SD harus mengetahui mujikari di tempat mereka biasa bermain bersama kawan-kawan mereka. Tempat sejuk nan rimbun, berbatasan dengan hutan pinus dan air terjun Coban Rais, seharusnya menjadi tempat layak bagi mereka untuk mengenal alam. Belajar menguraikan teori Sir Issac Newton tentang teori apel jatuhnya, dimana banyak perkebunan apel di kota indah nan sejuk ini. Tapi tidak dengan anak-anak itu. Mereka yang agamis, yang sangat fanatik dengan golongan agama yang mereka anut, mereka yang meluangkan waktunya untuk menempa ilmu agama, harus menonton adegan mesra pendatang tempat mujikari tersebut. Penampilan seksi para wisatawan antah berantah itu akan mensugesti fase delta dan teta otak anak-anak kecil untuk menghasilkan hormon perkembangan kedewasaan lebih cepat. Meracuni konsentrasi pelajaran matematika mereka.
Kita mungkin sudah meninggalkan tahapan bangsa alam (Naturvolk), dan majoritas sudah mulai memasuki tahapan bangsa budaya (Kulturvolk). Akan tetapi seperti inikah kebudayaan yang akan kau tanamkan bagi generasi kami, pak? Generasi 1 abad indonesia.........

1 komentar: