Penulis : Wahyu Hidayat Ruyanto, oktober 2007
Penerbit : UMM press
Dampak sistemis obsesi transisi
Kota Malang menjadi kota metropolis dimana segala aspek pembangunan fisik
menjadi fokus utama pemerintah ialah semakin maraknya pengangguran, melonjaknya
jumlah pegawai serta meningkatnya anak jalanan.
Di bidang
kepegawaian 65-70 persen pegai senior di Kota Malang adalah lulusan sistem
kepegawaian lama. Mereka besar karena pengalaman bukan keahlian. Sensitivitas
mereka terbangun atas budaya birokrasi yang melayani atasan. Tidak sensitif
dengan luar secara kelembagaan, lebih patuh apa kata walikota atau atasannya.
Namun secara pribadi mereka orang baik dan berbuat amal sosial`. Jadi bagi orang
luar, jalan tugu itu melayani orang tugu, bukan orang di luar tugu. Kalau
dilakukan analisa jabatan tahun lalu sekitar 50-100 pegawai sesungguhnya tidak
optimal alias tidak jelas kerjanya.
Kawasan
stadion luar gajayana pada mulanya
merupakan kawasan terbuka yang dijadikan “rendevouv” masyarakat berolahraga setiap pagi. Satu-satunya lapangan sepak bola
rakyat, lapangan basket, dan sedert lapangan tenis yang menorehkan sejarah
panjang dunia pertenisan dan satu-satunya kolam renang “sweam bath” yang pernah
jaya mencetak perenang nasional kini semuanya tinggal kenangan.
Jika
ditelaah proses perubahan kawasan stadion luar Gajayan bermula dari kondisi
stadion gajayana yang dianggap tidak mampu menampung suporter bola di Kota Malang. Apalagi pada awal tahun 2007 stadion gajayana dijadikan home base arema
menjamu perhelatan Piala Cahmpions Asia. Salah satu prosedur yang harus
dilakukan adalah menambah kapasitas dan memperbaiki fasilitas pelengkap
sehingga stadion dinyatakan layak dipakai pada ajang kompetisi sepak bola
internasional.
Bagi
pemerintah kota, permasalahan pokok perbeikan stadion gajayana adalah
keterbatassan anggaran. Dengan berbagai alasan dan kepentingan di balik
terbatasnya anggaran pemkot, maka digandenglah konsorsium beberapa pengusaha
besar untuk memperbaiki stadion luar sebagai kawasan bisnis dengan tetap
mempertahankan arena olah raga yang lebih modern. Singkat cerita, bersamaan
dengan pembangunan stadion gajyana dimulai pula pembangunan sebuah kawasan
bisnis baru dengan berdirinya MOG.
Dari
hasil studi yang dilakukan Chaerul Maulidi, Anjawati dam Astia Amelia (
UNIBRAW) yang telah menelaah Dampak pembangunan MOG terhadap Resapan dan
Limpasa (makalah PKMI Baidang Lingkungan, 2006) menunjukkan bahwa pembangunan
MOG telah merubah kawasan RTH sebesar 8408 Ha menjadi tinggal 1,6 Ha. Akibat
pembangunan MOG akan menimbulkan dampak menurunnya resapan air (penurunan
kuantitas air tanah) dari 96.327 m3 menjadi 18. 417 m3. Akibat menurunnya
resapan air tersebut menyebabkan meningkatnya volume limpasan air di Kel.
Bareng Kec Klojen dari 70.907 m3 menjadi
148.818 m3. Peningkatan limpasan air akan menyebabkan banjir di JL. Kawi, Jl.
Bareng tenes, dan Jl. Bareng Bunga.
SEMAKIN MAJU DAN BERKEMBANGNYA EKONOMI DI SUATU KOTA MAKA SEMAKIN BANYAK MENIMBULKAN PERMASALAHAN BARU DI BIDANG LINGKUNGAN SEPERTI SEMAKIN BERKURANGNYA RUANG TERBUKA HIJAU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar