Selasa, 14 Januari 2014

Dampak Sistemis Malang Menjadi Kota Metropolis




Penulis                 : Wahyu Hidayat Ruyanto, oktober 2007
Penerbit              : UMM press

Dampak sistemis obsesi transisi Kota Malang menjadi kota metropolis dimana segala aspek pembangunan fisik menjadi fokus utama pemerintah ialah semakin maraknya pengangguran, melonjaknya jumlah pegawai serta meningkatnya anak jalanan.
Di bidang kepegawaian 65-70 persen pegai senior di Kota Malang adalah lulusan sistem kepegawaian lama. Mereka besar karena pengalaman bukan keahlian. Sensitivitas mereka terbangun atas budaya birokrasi yang melayani atasan. Tidak sensitif dengan luar secara kelembagaan, lebih patuh apa kata walikota atau atasannya. Namun secara pribadi mereka orang baik dan berbuat amal sosial`. Jadi bagi orang luar, jalan tugu itu melayani orang tugu, bukan orang di luar tugu. Kalau dilakukan analisa jabatan tahun lalu sekitar 50-100 pegawai sesungguhnya tidak optimal alias tidak           jelas      kerjanya.
                Kawasan stadion luar gajayana  pada mulanya merupakan kawasan terbuka yang dijadikan “rendevouv” masyarakat berolahraga  setiap pagi. Satu-satunya lapangan sepak bola rakyat, lapangan basket, dan sedert lapangan tenis yang menorehkan sejarah panjang dunia pertenisan dan satu-satunya kolam renang “sweam bath” yang pernah jaya mencetak perenang nasional kini semuanya tinggal kenangan.
                Jika ditelaah proses perubahan kawasan stadion luar Gajayan bermula dari kondisi stadion gajayana yang dianggap tidak mampu menampung suporter bola di Kota Malang. Apalagi pada awal tahun 2007 stadion gajayana dijadikan home base arema menjamu perhelatan Piala Cahmpions Asia. Salah satu prosedur yang harus dilakukan adalah menambah kapasitas dan memperbaiki fasilitas pelengkap sehingga stadion dinyatakan layak dipakai pada ajang kompetisi sepak bola internasional.
               Bagi pemerintah kota, permasalahan pokok perbeikan stadion gajayana adalah keterbatassan anggaran. Dengan berbagai alasan dan kepentingan di balik terbatasnya anggaran pemkot, maka digandenglah konsorsium beberapa pengusaha besar untuk memperbaiki stadion luar sebagai kawasan bisnis dengan tetap mempertahankan arena olah raga yang lebih modern. Singkat cerita, bersamaan dengan pembangunan stadion gajyana dimulai pula pembangunan sebuah kawasan bisnis baru dengan berdirinya MOG.
                Dari hasil studi yang dilakukan Chaerul Maulidi, Anjawati dam Astia Amelia ( UNIBRAW) yang telah menelaah Dampak pembangunan MOG terhadap Resapan dan Limpasa (makalah PKMI Baidang Lingkungan, 2006) menunjukkan bahwa pembangunan MOG telah merubah kawasan RTH sebesar 8408 Ha menjadi tinggal 1,6 Ha. Akibat pembangunan MOG akan menimbulkan dampak menurunnya resapan air (penurunan kuantitas air tanah) dari 96.327 m3 menjadi 18. 417 m3. Akibat menurunnya resapan air tersebut menyebabkan meningkatnya volume limpasan air di Kel. Bareng Kec Klojen dari 70.907 m3  menjadi 148.818 m3. Peningkatan limpasan air akan menyebabkan banjir di JL. Kawi, Jl. Bareng tenes, dan Jl. Bareng Bunga.

SEMAKIN MAJU DAN BERKEMBANGNYA EKONOMI DI SUATU KOTA MAKA SEMAKIN BANYAK MENIMBULKAN PERMASALAHAN BARU DI BIDANG LINGKUNGAN SEPERTI SEMAKIN BERKURANGNYA RUANG TERBUKA HIJAU


Tidak ada komentar:

Posting Komentar