Senin, 27 Januari 2014

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Memacu saraf otot dan refleksi pada katak serta pengaruh macam-macam pacu



Tujuan :
·         Untuk memberikan macam-macam acuan atau rangsangan agar otot berkontraksi
·         Untuk mengetahui gerak reflek pada katak yang diakibatkan oleh bermacam-macam pacu yang meliputi pacuan mekanis, chemis, elektris pada reseptor
Metode praktikum
·         Alat dan bahan
a.       Pembunuh katak lengkap
b.      Pinset galvani
c.       Larutan ringer
d.      Gelas arloji
e.       Kertas filter
f.        Gliserin atau garam (NaCl)
g.      Statif dengan penjepit
h.      Alat pemacu listrik
·         Cara kerja
a.       Rangsangan golvanis
b.      Rangsangan Panas
c.       Reflek membalik
d.      Rangsangan kimiawi
e.       Melihat pengaruh decerebrasi (penghilangan cerebra spinalis)
f.        Pengaruh pacu mekanis
g.      Pengaruh pacu chemis
h.      Pengaruh pacu listrik
i.        Mengamati pengaruh kerusakan medula spinalis
Pembahasan
Sistem saraf adalah sistem organ pada hewan yang terdiri atas serabut saraf yang tersusun atas sel-sel saraf yang saling terhubung dan esensial untuk presepsi sensori inderawi (Wikipedia, 2012)
            Reflek adalah respon yang cepat dan tidak disadari terhadap perubahan lingkungan interna maupun lingkungan eksterna, terjadi lewat suatu lintasan reflek yang disebut dengan lengkung reflek. Komponen utama dari lengkung reflek adalah reseptor yang menerima stimulus, efektor yang merespon stimulus, neuron sensorik dan motorik yang merupakan lintasan komunikasi antara reseptor dan efektor. (Basoeki, 2000)
            Gerak reflek terjadi sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerak reflek terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa tersadari terlebih dahulu. Reflek adalah suatu aktifitas jaringan perifer yang tidak disadari akibat adanya pacuan terhadap reseptor maupun serabut afferent arcus reflek. Hewan yang dirusak otaknya masih dapat melakukan kegiatan reflek karena medula spinalisnya masih utuh.

Mekanisme gerak reflek
Rangsangan – Reseptor – Saraf Sensori – Sumsum Tulang Belakang – Saraf Penghubung (Asosiasi) – saraf Motorik – Efektor.

Berdasarkan atas percobaan yang telah dilakukan terdapat 3 kelompok perlakuan. Perlakuan pertama bertujuan untuk memacu saraf pada otak hewan. Perlakuan kedua bertujuan untuk mengetahui reflek katak. Perlakuan ketiga bertujuan untuk perlakuan reflek membalik pada katak.
Perlakuan reflek membalik pada katak didapatkan bahwa katak (Rana, sp) membalikkan diri secara cepat ketika katak dalam keadaan normal. Namun ketika katak telah di dekapitasi (dihilangkan tempurung kepala dari badannya) katak tidak dapat membalikkan diri. Seharus nya yang terjadi, katak masih dapat membalikkan diri dikarenakan gerak reflek terjadi pada sumsum tulang belakang dan bukan pada medula spinalis. Namun yang terjadi berbeda dikarenakan proses dekapitasi terlalu berlebihan atau antara waktu pen-dekapitasi-annya pada katak dengan perlakuan terpaut terlalu lama. Pendapat lain menyebiutkan bahwa faktor yang mempengaruhi katak tidak dapat membalikkan tubuh dikarenakan pusat keseimbangan tubuhnya telah rusak. Pusat keseimbangan tersebut terletak pada Cerebellum.
Perlakuan kadua adalah untuk mengetahui reflek katak terhadap berbagai macam pacuan. Pada katak normal yang diberi pacuan mekanis, panas, golvani (alat setrum), chemis (kimia), dan meddula spinalis (penusukan daerah medula spinalis/kepala bagian atas) menghasilkan respon gerak yang sangat cepat. Sedanglkan pada katak yang telah dicerebrasi atau di dekapitasi menanggapi respon yang lambat. Bahkan pada saat medula spinalis dirusak, tidak ada gerak reflek sama sekali. Hal tersebut dikarenakan saraf pusat yang mengatur gerak reflek terdapat di medula spinalis juga. Sehingga setelah di dekapitasi pun saraf otot pada katak masih menunjukkan gerak reflek walaupun lambat dikarenakan susunan sarafnya tidak sempurna.
Pada perlakuan untuk memacu saraf dan otot didapatkan hasil otot paha dan dada telah dipisahkan dari tubuh utama dan awalnya telah mati, kemudian ditetesi dengan larutan NaCl 10% menunjukkan kedutan (gerak). Semakin tinggi konsentrasi larutan, semakin cepat pula respon yang ditimbulkan. Saat ditetesi larutan gula dan H2SO4, juga memberikan respon yang sama. Peristiwa tersebut dapat disebabkan oleh larutan NaCl merupakan hipertonik basa sehingga ketika mengenai darah oto yang bersifat asam, oto akan mengkerrut. Sedangkan larutan H2SO4 merupakan hipertonik asam sehingga ketika mengenai otot yang hipertonik asam akan menyebabkan otot mengembang. Lalu otot terlihat bergerak.

Minggu, 26 Januari 2014

Tamasya diantara puing-puing realitas



Perdebatan mengenai seni dan estetika dewasa ini berkisar di seputar upaya untuk mempertanyakan kembali hubungan mendasar antara seni dan penciptanya, antara seni dan masa lalu, serta antara seni dan sejarah. Misalnya, apakah seorang pencipta seni yang otonom, dan seorang pengukir sejarah seni? Atau, apakah ia hanya seorang penyampai pesan-pesan dan kode-kode bahasa yang diwariskan dari masa lalu? Kecenderungan seni dewasa ini memang berorientasi kedua arah yang saling berlawanan arah ini; ke arah masa lalu dalam bentuk dialog-dialog tekstual, dan kearah masa depan dalam bentuk penjelajahan batas-batas prinsip, medium, dan kanon seni, seperti yang tampak pada fenomena seni video, seni tubuh, atau seni bumi. Hal ini telah menimbulkan kesimpangsiuran tentang makna historis seni dan otoritas seniman, serta menimbulkan semacam kekacauan epistemologis berkaitan dengan kategori-kategori seni.
            Sejarah artistik modernitas pada hakekatnya adalah sebuah sejarah kemajuan dan keontetikan. Apa yang disebut sebagai karya otentik dalam wacana estetika modern sellau dikaitkan dengan kemunculan yang baru dan keterputusannya dengan yang lama. Tanda yang mencolok dari karya yang disebut modern, menurut Habermas, adalah “sesuatu yang baru”, yang akan dikuasai dan dibuat usang melalui kebaruan gaya yang berikutnya. Keterputusan dan kemunculan baru ini sifatnya tak lebih dari pemenuhan sementara kerinduan yang abadi akan keindahan.
            Akan tetapi, sejarah kemajuan seni modern, yang memang tidak akan membawa manusia keharibaan keindahan absolut, tengah mengalami semacam kebekuannya dalam tiga dekade terakhir ini. Ketika bidang didalam bingkai gambar telah dieksploitasi sampai sudut terakhirnya, bahkan ketika seni telah menjelajah jauh di luar bingkai seni itu – diluar medium yang biasa, diluar norma dan prinsip yang ada – ia sampai pada satu titik, dimana kebaruan dalam seni kehilangan kekuatan provokasinya, bahkan tidak memproduksi lagi apa yang disebut Shock Of The New. Penjelajahan artistik modernitas kemasa depan yang bersifat progresif, utopis, dan tanpa batas telah berakhir dengan sebuah jalan buntu: tak ada lagi daerah baru untuk dijelajah, tak ada lagi ruang untuk dikuasai, tak ada lagi kebaruan yang lebih baru – semua berakhir dengan kefatalan. “tiba – tiba” kata Jean Baudrillard,”muncul sebuah tikungan di jalan, sebuah titik kembali. Di suatu tempat, panorama yang real menghilang, panorama dimana anda masih mempunyai aturan untuk bermain dan pegangan tempat bergantung” tikungan diujung jalan itu adalah tempat sejarah menemukan kebekuannya. Sejarah itu sendiri tidak lenyap, kata Baudrillard, ia hanya dalam masa tidur panjang, dalam keadaan koma. “Bahkan, tanpa menyadari akan perubahan yang terjadi, kita tiba-tiba telah meninggalkan dunia real di belakang kita”
            Sejarah, yang pada awalnya merupakan rekaman realitas, kini berada di dalam ruang hiperealitasdalam bentuk simulasi. Sejarah tak lagi bermakna, ia tak lagi menunjuk apapaun – apakah itu ruang sosial apakah itu realitas. Kita masuk dalam situasi dimana segala sesuatu diulang-ulang secara tak terbatas. Keadaan stagnasi ini telah menimbulkan semacam krisi keprcayaan terhadap kemajuan dan kebaruan, dan dalam waktu yang bersamaan telah menimbulkan rasa ketidakamanan terhadap kemungkinan masa depan yang utopis. Satu-satunya realitas yang tersisa peralihan dari suatu benda (komoditi) ke benda (komoditi) lainnya. Dan satu-satunya kepercayaan yang ada adalah kepercayaan pada peralihan konstan dalam bentuk kebudayaan materi ini.
            Keharusan beralih dari satu benda ke benda lainnya, merupakan satu manifestasi dari sistem kapitalisme. Segalanya harus bergerak: mesin harus berputar modal harus berjalan, stok harus diganti, window display harus dibersihkan, mode harus dibikin baru, dan seterusnya. Kepanikan dalam diskursus kapitalisme adalah kepanikan akan percepatan. Bagaikan seorang pengendara mobil balap yang berputar ad infinitum melingkari sirkuit, tidak ada bekas sejarah yang ditinggalkannya dibelakang, kecuali obsesinya terhadap kecepatan dan percepatanitu sendiri. Hukum kebudayaan benda kapitalisme merupakan analogi dari hukum ekonomi sirkuit – segala sesuatu harus bergerak, berputar, bergeser dalam tempo dan percepatan yang bersaing.
            Meskipun seni tidak dapat dibandingkan dengan televisi, pada kenyataanya seni (yang dianggap atau menganggap diri) posmodern tak ubahnya seperti wacana televisi. Televisi dalam bentuknya sebagai komoditi, bukanlah semata rekaman historis dari realitas – realitas. Sebaliknya, televisi merupakan deskonstruksi dan penghancuran realitas dan sejarah. Di dalam televisi realitas dan sejarah bisa disimulasi dan dimanipulasi, di re-play. Demikian pula halnya dengan seni posmodern dalam hal ini, penjelasan Baudrillard mengnai seni posmodern dapat memberikan gambaran betapa tipis batas antara seni posmodern dan televisi. Seni posmodern katanya, mengandung karakteristik tertentu dari sebuah alam, dimana tak mungkin lagi ada definisi. Inilah salah satu bentuk kemungkinan citra – citra yang bangkit kembali dalam bentuknya yang ironis. Seseorang tidak lagi berda di sejarah seni atau sejarah bentuk. Semuanya telah didekonstruksi atau dimusnahkan. Dalam kenyataanya, tak ada lagi referensi untuk bentuk. Semuanya telah pernah dibuat. Batas terjauh dari kemungkinan bentuk telah dicapai. Referensi telah memusnahkan dirinya sendiri. Ia telah mendekonstruksi alam semestanya sendiri. Kini yang tertinggal hanyalah kepingan – kepingan. Yang masih tersisa untuk dilakukan adalah bermain dengan kepingan – kepingan ini.
            Ketika seluruh pelosok bingkai seni telah dijelajahi, ketika tak ada lagi yang dapat dikatakan sebagai sesuatu yang baru, dan ketika dalam penjelajahan seni yang ditemukan hanyalah tikungan – tikungan antitesis sejarah, maka yang dpat dilakukan oleh sang seniman adalah mengkombinasikan kembali dengan bermain bentuk-bentuk yang sudah ada, yang sudah dibuatyang sudah diwariskan. Jadi semacam penjelajahan dan dialog dengan masa lalu.

Sabtu, 25 Januari 2014

Proses Regulasi Pada Katak dan Termoregulasi pada Homoioterm




1.      Tujuan
a.      Untuk mengidentifikasi perubahan suhu pada katak di berbagai lingkungan
b.      Untuk menjelaskan pengertian hewan yang bersifat poikiloterm
c.       Untuk mengetahui cara pelepasan panas tubuh
d.      Untuk mengetahui reaksi homoioterm terhadap perrubahan suhu lingkungan
2.      Pembahasan
Berdasarkan atas percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa penurunan suhu pada air yang telah diberi minyak lebih sedikit daripada penurunan suhu pada air yang diletakkan dalam beaker glass tanpa diberi minyak.  Hal tersebut dikarenakan struktur akuatik air lebih renggang daripada minyak. Sehingga ketika air menguap akan lebih mudah pada air tanpa tertutup minyak. Massa jenis air lebih besar daripada minyak. Sehingga ketika minyak dan air dicampurkan, minyak akan berada di permukaan atas air. Hal tersebut menghalangi air untuk menguap sehingga panas air atau suhu air tertahan. Sedangkan pada air biasa yang diletakkan pada beaker glass tanpa minyak, akan mudah menguap karna tidak ada yang menghalangi dan suhu air pun turun.
Sembilan puluh persen tubuh manusia maupun tubuh hewan terdiri atas air atau H2O. Homoioterm adalah kondisi fisiologi hewan dimana suhu tubuhnya tidak dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Keadaan yang demikian menyebakan hewan homoioterm termasuk manusia haruis memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Tubuh hewan homoioterm dilengkapi oleh kelenjar minyak di lapisan kulit. Keadaan fisiologis tersebut berguna untuk mengatur suhu tubuh hewan homoioterm. Kelenjar minyak berfungsi mengurangi penguapan disaat  suhu lingkungan menurun serta melindungi tubuh dari distabilitas suhu.
Percobaan kedua ialah dengan menaruh air didalam kendi yang telah dicat dan kendi tanpa dicat. Hasil yang didapatkan ialah suhu air dalam kendi tanpa dicat lebih cepat menurun. Berdasarkan data yang ada, didapatkan kesimpulan bahwa suhu air menurun tajam pada kendi tanpa dicat. Peristiwa tersebut disebabkan oleh perbedaan luas pori-pori pada kedua kendi. Kendi yang dicat memiliki lebar pori-pori yang lebih sempit bila dibandingkan dengan kendi yang tanpa dicat.
Peristiwa pada kendi tersebut sesuai dengan kondisi hewan homoioterm yang memiliki pori-pori pada permukaan tubuh. Pori-pori tersebut berfungsi mempermudah penguapan tubuh itu sendiri. Pada saat suhu meningkat hewan homoioterm harus menyesuaikan suhu tubuhnya agar tetap stabil. Pada saat demikian pori-pori akan melebar dan tubuh lebih mudah menguap sehingga suhu tubuh konstan. Sedangkan pada suhu dingin, hewan homoioterm akan mengerutkan pori-pori tersebut untuk menjaga panas dalam tubuh. Proses pengerutan pori-pori untuk mempertahankan diri di daerah dingin tersebut dinamakan Fotokonstriksi.
      Kebalikan hewan homoioterm adalah hewan poikiloterm atau biasa juga disebut sebagai hewan ektoterm. Hewan ektoterm merupakan hewan yang panas tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh hewan ektoterm cenderung fluktuasi (naik-turun) bergantung pada suhu lungkungan.
Perubahan suhu tubuh makhluk hidup merupakan regulasi tubuh untuk mempertahankan keadaan yang homeostatis. Homeostatis pada dasarnya merupakan suatu upaya mempertahankan atau menciptakan kondisi yang stabil dan dinamis yang menjamin optimalisasi berbagai fisiologis dalam tubuh.
      

Model Pembelajaran Two Stray Two Stay (TSTS) dalam Berbahasa Ilmiah dan Motivasi Belajar siswa




Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model TSTS. “Dua tinggal dua tamu” yang dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan biasa digunakan bersama dengan model Kepala Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya.
Ciri-ciri model pembelajaran TSTS, yaitu:
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu
Model pembelajaran kooperatif TSTS ini memiliki tujuan yang sama dengan pendekatan pembelajaran kooperatif yang telah di bahas sebelumnya. Siswa di ajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar.
Kembali pada hakekat keterampilan berbahasa yang menjadi satu kesatuan yaitu membaca, berbicara, menulis dan menyimak. Ketika siswa menjelaskan materi yang dibahas oleh kelompoknya, maka tentu siswa yang berkunjung tersebut melakukan kegiatan menyimak atas apa yang di jelaskan oleh temannya. materi kepada teman lain. Demikian juga ketika siswa kembali ke kelompoknya untuk menjelaskan materi apa yang di dapat dari kelompok yang dikunjungi. Siswa yang kembali tersebut menjelaskan materi yang di dapat dari kelompok lain, siswa yang bertugas menjaga rumah menyimak hal yang dijelaskan oleh temannya.
Sedangkan tanya jawab dapat dilakukan oleh siswa dari kelompok satu dan yang lain, dengan cara mencocokan materi yang didapat dengan materi yang disampaikan. Dengan begitu, siswa dapat mengevaluasi sendiri, seberapa tepatkah pola pikirnya terhadap suatu konsep dengan pola pikir nara sumber. Kemudian bagi guru atau peneliti, menjadi acuan evaluasi berapa persenkah keberhasilan penggunaan model pemelajaran kooperatif two stay two stray ini dalam meningkatkan keterampilan menyimak siswa.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu (dalam Lie, 2002:60-61) adalah sebagai berikut.
a. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.
b. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain.
c. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka

Tahapan-tahapan dalam model pembelajaran TSTS
Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut.
1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4 siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi akademik siswa dan suku.
2. Presentasi Guru
Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal dan menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.
2.           Kegiatan Kelompok
Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempela-jarinya dalam kelompok kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesai-kan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain, sementara 2 anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu. Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya serta mancocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
3.           Formalisasi
Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal.
4.              Evaluasi Kelompok dan Penghargaan
Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif model TSTS. Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model TSTS, yang selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tertinggi.
Kelebihan dan kekurangan model TSTS
Suatu model pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari model TSTS adalah sebagai berikut.
a. Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan
b. Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
c. Lebih berorientasi pada keaktifan.
d. Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya
e. Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa.
f. Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.
g. Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar
Sedangkan kekurangan dari model TSTS adalah:
a. Membutuhkan waktu yang lama
b. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok
c. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)
d. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.
Untuk mengatasi kekurangan pembelajaran kooperatif model TSTS, maka sebelumpembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan kemampuan akademis. Berdasarkan sisi jenis kelamin, dalam satu kelompk harus ada siswa laki-laki dan perempuannya. Jika berdasarkan kemampuan akademis maka dalam satu kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang. Pembentukan kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung sehingga memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi yang diharapkan bisa membantu anggota kelompok yang lain.
4.1  keterampilan barbahasa ilmiah siswa
Spencer mendefinisikan kemampuan sebagai karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang berhubungan dengan kinerja efektif dan/atau superior dalam suatu pekerjaan atau situasi. Guinon dalam Spencer mendefinisikan kemampuan atau kompetensi sebagai karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan mengindikasikan cara-cara berperilaku atau berpikir dalam segala situasi, dan berlangsung terus dalam periode waktu yang lama. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat dipahami bahwa kemampuan adalah merujuk kepada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap dan perilakunya (Uno, 2006).
Pemahaman bahasa ilmiah secara verbal seseorang harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Hal ini akan mengganggu keefektifan berbicara. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, kurang menarik, atau setidaknya dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap cacat kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan biasa, sehingga terlalu menarik perhatian, mengganggu komunikasi atau pemakainya (pembicara) dianggap aneh. (Arsjad dan Mukti, 1988:19).
4.2  motivasi belajar siswa
Motivasi penting dalam menetukan seberapa banyak siswa akan belajar dari suatu kegiatan pembelajaran atau seberapa banyak menyerap informasi yang disajikan kepada mereka. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik.
Motivasi ada dua macam yaitu motivasi yang datang dari dalam diri anak, disebut motivasi intrinsik, dan motivasi yang diakibatkan dari luar, disebut motivasi ekstrinsik Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi / memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks pembelajaran maka kebutuhan tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk pelajaran.
Adapun fungsi dari motivasi dalam pembelajaran diantaranya :
1. Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan, tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar.
2. Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3. Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
Mengembangkan motivasi dan minat belajar siswa yang pada dasarnya adalah membantu siswa memilih bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan untuk dipelajarinya dengan dirinya sendiri sebagai individu.