Kubur menduduki tempat paling
penting di masyarakat kita. Kuburan adalah penghunian yang sunyi dan suci.
Orang mengucapkan salam waktu memasuki perkuburan dan pamit waktu
meninggalkannya. Kuburan dihormati dan ditakuti. Di kuburan orang bersemedi,
berdoa dan meminta berkah. Ke kuburan pula pencuri-pencuri datang memohon
kekuatan gelap dan tenaga gaib.
Kuburan setiap tahun dibersihkan
menjelang puasa dan Hari Raya. Menodai kuburan adalah dosa dan melanggar hukum.
Kuburan dijaga dan menjadi lahan kerja pembersih kuburan, penjual bunga, dan
pengemis. Tanah kuburan tidak diperjualbelikan dan digadaikan. Kuburan acapkali
dianggap persemayaman terakhir yang ketenangannya tidak boleh diganggu.
Akan tetapi, sekarang kuburan
belum tentu persemayaman terakhir, karena kuburan mulai dipungut sewa dan
iuran, dan keluarga yang tidak lunas membayar, kuburan keluarganya akan
digusur. Lamanya kuburan boleh dipakai dibatasi, untuk memberi tempat kepada
pendatang baru. Tanah makin sulit. Banyak tanah dipakai untuk jalan, tempat parkir,
terminal, tugu, taman pahlawan dan lapangan golf. Kubur kadang-kadang terpaksa
ditumpuk, satu diatas yang lain. Di Barat orang mulai banyak melakukan kremasi,
yang membutuhkan ruang lebih sedikit untuk perabuan dan membebaskan keturunan
dari kewajiban merawat kuburan. Menguburkan mayat secara vertikal, yang juga
menuntut luas tanah lebih sedikit, tidak pernah populer dalam kebudayaan manapun
juga, mungkin karena penggalian liang lahat harus dua meter atau lebih.
Kuburan juga dibayangkan sebagai
klub malam bagi hantu yang bergentayangan di larut malam. Banyak yang ngeri dan
berdiri bulu kuduknya, orang yang ketakutan menyangka nafas hantu yang
mengejarnya. Makin kencang ia lari, rasanya makin dekat nafas itu.
Kini makin banyak ditemukan
kuburan irreguler dalam kerangka kejahatan swasta maupun resmi. Kadang-kadang
ia merupakan ossuarium, sebuah kuburan besar diisi banyak mayat yang tumpang
tindih. Kuburan kejahatan ini biasanya dangkal, tidak geometris (digali
terburu-buru dimalam hari), tidak bernisan, dan ditutup-tutupi dengan kamuflase, seperti semak belukar,
rerumputan atau bebatuan. Pada akhir abad XX hampir semua benua terdapat
kuburan korban terorisme dan kriminalitas.
Ahli-ahli forensik dibikin sibuk
di Amerika Serikat, Eropa Timur, Afrika dan Asia Tenggara menggali
kuburan-kuburan tersembunyi berisi korban pemerintahan otoriter, konflik etnis,
dan penyalahguanaan peradilan. Ada rangka yang sudah berkali-kali dibongkar,
tetapi keadilan tidak juga tegak. Ada penggalian amatiran dan sembrono, tidak menerapkan
etika terhadap mayat. Ada yang asal gali bahkan di tanah yang asam, yang telah
melarutkan sisa-sisa jasad yang telah dikubur nbertahun-tahun. Ada yang malah
menodai kuburan biasa, karena informasi situs yang hanya berdasarkan ingatan
yang sudah tua atau tidak terlatih.
Pada kesempatan berikut, tatkala
pembaca melewati kuburan, pemukiman pascamerta yang padat tetapi sunyi sepi
itu, daripada memikirkan tentang genderuwo dan kuntilanak, bertanyalah didalam
hati:
Berapa banyakkah diantara
penghuni kuburan itu yang menemui ajalnya dalam agon, yang hidupnya berakhir
kekerasan dan ketidakadilan, yang meninggal sebelum waktunya karena tindakan
tak manusiawi olahe sesama manusia, dan yang menarik nafas penghabisan oleh
pemerintahan semena-mena yang dipilihnya, oleh tangan-tangan yang merampas
makanan dari mulutnya?
Berapa banyak bayi yang dibunuh
oleh masyarakat andrikratis sebagai TKW dan oleh agresi seksual?
Berapa banyak kaum lemah dan
terpinggirkan yang mati perlahan-lahan oleh sistem politik , ekonomi dan
sosial?
Dan berapa banyak yang tewas
untuk tujuan-tujuan tak jelas?
Kuburan adalah catatan sebuah
masyarakat, rekaman suatu kurun.
Kuburan bercerita banyak asalkan
kita mau membacanya.
(Jacob Teuku,2004, Tragedi Negara Kesatuan Kleptokratis :
Catatan di Senjakala. Jakarta: yayasan obor indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar