Senin, 30 Desember 2013

Kabar dari Kubur



Kubur menduduki tempat paling penting di masyarakat kita. Kuburan adalah penghunian yang sunyi dan suci. Orang mengucapkan salam waktu memasuki perkuburan dan pamit waktu meninggalkannya. Kuburan dihormati dan ditakuti. Di kuburan orang bersemedi, berdoa dan meminta berkah. Ke kuburan pula pencuri-pencuri datang memohon kekuatan gelap dan tenaga gaib.
Kuburan setiap tahun dibersihkan menjelang puasa dan Hari Raya. Menodai kuburan adalah dosa dan melanggar hukum. Kuburan dijaga dan menjadi lahan kerja pembersih kuburan, penjual bunga, dan pengemis. Tanah kuburan tidak diperjualbelikan dan digadaikan. Kuburan acapkali dianggap persemayaman terakhir yang ketenangannya tidak boleh diganggu.

Akan tetapi, sekarang kuburan belum tentu persemayaman terakhir, karena kuburan mulai dipungut sewa dan iuran, dan keluarga yang tidak lunas membayar, kuburan keluarganya akan digusur. Lamanya kuburan boleh dipakai dibatasi, untuk memberi tempat kepada pendatang baru. Tanah makin sulit. Banyak tanah dipakai untuk jalan, tempat parkir, terminal, tugu, taman pahlawan dan lapangan golf. Kubur kadang-kadang terpaksa ditumpuk, satu diatas yang lain. Di Barat orang mulai banyak melakukan kremasi, yang membutuhkan ruang lebih sedikit untuk perabuan dan membebaskan keturunan dari kewajiban merawat kuburan. Menguburkan mayat secara vertikal, yang juga menuntut luas tanah lebih sedikit, tidak pernah populer dalam kebudayaan manapun juga, mungkin karena penggalian liang lahat harus dua meter atau lebih.

Kuburan juga dibayangkan sebagai klub malam bagi hantu yang bergentayangan di larut malam. Banyak yang ngeri dan berdiri bulu kuduknya, orang yang ketakutan menyangka nafas hantu yang mengejarnya. Makin kencang ia lari, rasanya makin dekat nafas itu.

Kini makin banyak ditemukan kuburan irreguler dalam kerangka kejahatan swasta maupun resmi. Kadang-kadang ia merupakan ossuarium, sebuah kuburan besar diisi banyak mayat yang tumpang tindih. Kuburan kejahatan ini biasanya dangkal, tidak geometris (digali terburu-buru dimalam hari), tidak bernisan, dan ditutup-tutupi  dengan kamuflase, seperti semak belukar, rerumputan atau bebatuan. Pada akhir abad XX hampir semua benua terdapat kuburan korban terorisme dan kriminalitas.

Ahli-ahli forensik dibikin sibuk di Amerika Serikat, Eropa Timur, Afrika dan Asia Tenggara menggali kuburan-kuburan tersembunyi berisi korban pemerintahan otoriter, konflik etnis, dan penyalahguanaan peradilan. Ada rangka yang sudah berkali-kali dibongkar, tetapi keadilan tidak juga tegak. Ada penggalian amatiran dan sembrono, tidak menerapkan etika terhadap mayat. Ada yang asal gali bahkan di tanah yang asam, yang telah melarutkan sisa-sisa jasad yang telah dikubur nbertahun-tahun. Ada yang malah menodai kuburan biasa, karena informasi situs yang hanya berdasarkan ingatan yang sudah tua atau tidak terlatih.

Pada kesempatan berikut, tatkala pembaca melewati kuburan, pemukiman pascamerta yang padat tetapi sunyi sepi itu, daripada memikirkan tentang genderuwo dan kuntilanak, bertanyalah didalam hati:

Berapa banyakkah diantara penghuni kuburan itu yang menemui ajalnya dalam agon, yang hidupnya berakhir kekerasan dan ketidakadilan, yang meninggal sebelum waktunya karena tindakan tak manusiawi olahe sesama manusia, dan yang menarik nafas penghabisan oleh pemerintahan semena-mena yang dipilihnya, oleh tangan-tangan yang merampas makanan dari mulutnya?

Berapa banyak bayi yang dibunuh oleh masyarakat andrikratis sebagai TKW dan oleh agresi seksual?

Berapa banyak kaum lemah dan terpinggirkan yang mati perlahan-lahan oleh sistem politik , ekonomi dan sosial?

Dan berapa banyak yang tewas untuk tujuan-tujuan tak jelas?

Kuburan adalah catatan sebuah masyarakat, rekaman suatu kurun.

Kuburan bercerita banyak asalkan kita mau membacanya.



(Jacob Teuku,2004, Tragedi Negara Kesatuan Kleptokratis : Catatan di Senjakala. Jakarta: yayasan obor indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar