Rabu, 05 Februari 2014

Genetika dalam Jender

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Qur’an Surat At-Tin  ayat 4 tersebut menjelaskan bahwa manusia merupakan konsep final dalam evolusi makhluk hidup. Hierarki kehidupan makhluk hidup dari tingkat Tumbuhan dan hewan seperti pisces, ampibi, aves dan mamalia belum sekompleks konsep biologi manusia. Kesempurnaan inilah yang menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi bagi makhluk hidup lainnya.
Kesempurnaan biologis manusia diiringi dengan tuntutan tanggung jawab sosial dan budaya. Itulah sebabnya pembicaraan mengenai reproduksi manusia sarat dengan nilai moral dan budaya. Meskipun proses reproduksi dialami oleh makhluk hidup yang lainnya tapi terbebas dari kaidah-kaidah moral dan budaya. Mereka tidak mengenal hukum-hukum kekeluargaan dan hukum-hukum perkawinan.
Pandangan mitologi terhadap fisik biologi manusia merugikan kaum perempuan, karena laki-laki cenderung dikultuskan, mengingat Adam pernah menjadi objek “sujud” kedua sesudah Tuhan, sementara perempuan dimitoskan sebagai makhluk penggoda, yang dilukiskan sebagai setan betina (female demon), karena godaannya menyebabkan manusia jatuh ke bumi (Umar, 2002).
Biologi Manusia
          Secara biologi, ekspressi gen manusia dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis kelamin yakni jantan dan betina. Beberapa spesies dikelompokkan sebagai hemafrodit, yakni yang dalam dirinya terkandung unsur jantan dan betina. Namun begitu dalam proses perkembangbiakannya, masih memerlukan pasangan untuk transfer silang. Adapun jenis perkembangbiakan yang tidak membutuhkan pasangan. Jenis perkembangbiakan tersebut dinamakan reproduksi vegetatif yang banyak ditemukan pada spesies tumbuh-tumbuhan dan beberapa jenis binatang. Spesies lainnya disebut dimorfisme seksual yakni spesies yang mengalami proses perkembangbiakan melalui interaksi antara satu jenis kelamin dengan jenis kelamin lainnya. Manusia termasuk jenis spesies ini.
          Meskipun sifat-sifat dasar genetika manusia mempunyai persamaan dengan makhluk biologis lain, seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan, manusia memiliki sistem koordinasi dan sistem endokrin yang mengatur sekresi hormon terutama dalam mengontrol perkembangbiakan seksual.
          Organ paling mendasar dan dapat diamati secara makroskopis maupun morfologi atau fisiik biasa disebut sebagai alat genital luar. Alat genital luar laki-laki terdiri atas; testis, skrotum dan penis. Sedangkan pada wanita terdiri atas kelenjar mamae, labia minora, labia mayora  yang akan diteruskan pada genital dalam yakni serviks. Selain alat genital, manusia pria maupun wanita memiliki beberapa sistem endokrin yang pada waktu tertentu akan dikontrol oleh otak untuk menghasilkan hormon khusus. Hormon tersebut berfungsi untuk   membentuk ciri sekunder pada pria dan wanita pada masa pubertas.
          Ditelaah dari genetikanya, komposisi tubuh laki-laki lebih kompleks daripada perempuan. Perempuan yang memiliki kromosom XX dan laki-laki memiliki kromosom XY. Kromosom Y tersebut selain menentukan seseorang menjadi laki-laki, juga membawa beberapa pengaruh. Ada sebuah jenis protein, yang diidentifikasi sebagai H-Y antigen  yang hanya terdapat dalam sel laki-laki dan tidak ditemukan dalam sel perempuan. Kehadiran kromosom Y memungkinkan terjadinya tambahan kontrol pada berbagai jaringan sel dalam tubuh laki-laki. Kakhususan ini dijadikan alasan di kalangan ilmuwan untuk menyatakan bahwa laki-laki secara biologis memiliki kekhususan-kekhususan dan sekaligus memberikan pengaruh secara psikologis maupun sosiologis.
          Perbedaan sistem hormonal tubuh berbagai spesies, seperti mamalia atau makhluk menyusui, termasuk manusia, jenis jantan/laki-laki lebih agresif daripada jenis betina/perempuan. Ahli geneita menyimpulkan bahwa pengaruh hormon testosteron menyebabkan jenis jantan lebih agresif dibandingkan dengan betina. Hasil penelitian W.O Joslyn membuktiokan bahwa ketika monyet betina berusia muda diberikan unsur testosteron maka monyet itu menjadi lebih agresif. Penelitian yang sama juga dilakukan pada manusia olehL. Kreutz dan R. Rose. Hasilnya sam: tingkat testosteron berbanding lururs dengan perilaku agresif.
          Dengan demikian secyara fisik biologi laki-laki dan perempuan tidak saja dibedakan oleh identitas jenis kelamin, bentuk, dan anatomi biologis lainnya, melainkan juga komposisi kimia dalam tubuh. Perbedaan yang terakhir menimbulkan akibat-akibat fisik biologis, seperti laki-laki memiliki suara yang lebih besar, berjenggot, berkumis, pinggul lebih ramping dada datar. Sementara perempuan mempunyai suara lebih bening, buah dada menonjol, pinggul lebih lebar, dan organ reproduksi sangat berbeda dengan laki-laki.

Daftar Pustaka
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta. Penerbit kedokteran EGC
Umar. 2002. Bias Jender dalam Pemahaman Islam. Yogyakarta. Gama Media

Tuhanku memarginalkan konglomerat, membutakan wakil rakyat dan menulikan scientist

3 Februari 2014
22.53
    Kopiku mulai dingin, ketika angin beku pun mulai menusuk kulit yang kegerahan. Pacu hormonal sedang menjalankan tugasnya mengontrol suhu badan ini. Hingga beku tak mampu membekukan imunku. Segala macam berkecamuk dalam fikir seperti biasanya. Dari banjir hingga “engkes keemasan” yang baru hinggap di telinga. Menyentakkan sejuta tanya yang tak satupun hal kubiarkan meredam. “rasa sesal didasar hati hinggap tak mau pergi...haruskah aku lari dari kenyataan ini....” lirik itu berputar mendendangkan memori masa lalu yang tak pernah kuselami seakan ku tahu satu per satu kisah di dalamnya. Atau tebing rintihan curam mengenai hidup yang tak kunjung menyerah mengulang setripingnya.
    Dua februari, tepat 24 jam yang lalu, aku mencoba berjalan menapaki bumi yang masih berkerut. Terminal, alun-alun, sawah, tambak, Batu, Pasuruan, Malang, di dalam bus, langit masih tetap sama bersama awannya. Orang-orang pun sama. Mengeluh tentang hidup dan bergulung dengan waktu mencoba lari daripadanya atau menyerah meronta mengais mimpi masa kecil. Kilap wajah pribumi, legam dan otot yang mencuat di tiap inchi kulitnya menerangkan garis pendek kehidupan yang tak pernah ia minta. Beberapa diantaranya berjalan diatas kaki pincang, tersenyum diantara keronta gigi kusamnya, tertidur bersandar pada dipan janji surga, tapi tetap tak gentar berteriak menyapa yang ia kenal sekan manis semangat terpancur didalam salamnya.
Itulah Indonesia
Itulah Nusantara
Keramahannya seramah banjir longsor, gunung meletus, gempa, bahkan kebakaran yang menyapa di musim ini.
 Ini sejumput cerita orang-orang sederhana yang menamakan dirinya kaum kecil. Sungguh mereka marginal yang tak pernah termarginalkan. Menteri, pengusaha besar, pemerintah, ahli ekonomi, ahli politik, rektor dan segenusnya mungkin menganggapnnya kaum marginal. Tapi mereka tak pernah termarginalkan. Mereka ada disudut kota. Mereka ada ditengah kota. Mereka ada di ujung pedesaan, dilereng gunung dan di atas tambak teras laut. Mereka ada dikolong negara, ada di pucuk nusantara, ada di panggung khatulistiwa.Di gerbang kantor walikota, Kantor gubernur, istana kesultanan, istana negara bahkan mungkin istana pemberantasan korupsi mereka ada. Mereka ada. Di jalanan, bus, kereta api, kapal pesiar dan pesawat terbang mereka bernyanyi. Konglomerat buta dan tuli saja yang menganggap mereka termarginalkan.
Satu tradisi menyatukan mereka, “keramahan”.
Seramah ketua mahkamah Konstitusi membebaskan tahanan “karibnya” dan seramah Presiden melindungi anggota partai korupnya. Oh salah. Mungkin memang semua partai bernama “KORUP”di mata Tuhan. Yang mendoktrin anggota baru dengan iming-iming istana kenyamanan. Mereka yang mengemis dana penghidupan partai “untuk rakyat” katanya. Berdiri di atas kepentingan rakyat menggenggam dana bantuan, menjilat serakan butir-butir sampah raskin rakyat jelata. Atau mengumpulkan kupon jaminan kesehatan hanya untuk keluarga partai. Dan bila pemilihan umum telah mencapai musimnya, kalangan tertentru berpesta pora yang entah anggaran macam manalagi mereka mamahbiak. Tak ada dengan bedanya sapi yang tak habis mengunyah.
Hanya Tuhan Yang Tidak Buta. Sifat mustahil dalam kitab Akidah Akhlak Sekolah menengah tingkat pertama. Entah diantara kami tahu atau tidak, akibat SMP pun kami tak sanggup membayar SPP dan khatam. Entah mereka tahu atau tidak, mungkin SPP mereka ikut termamah biak dan mereka lupa senam mulut pahlawan tanda jasa pada saat itu.
Keyakinan bahwa Tuhan Maha Pengasih, Maha Penyayang itu menguatkan para pengemis, orkestra jalanan, pembersih kota dari sampah plastik, menteri pengarapan sawah, menteri pabrik industri, menteri penangkapan ikan,  yang mengeja nama profesinya sebagai “B_U_R_U_H”, atau Cafetarian trotoar untuk tetap tersenyum dan ramah mengayuh hidup.
Sejumput cerita yang tak pernah ingin kutulis tentang Kehendak Yang Maha TIDAK BUTA untuk memarginalkan konglomerat, membutakan wakil rakyat dan menulikan scientist.....................................................................................................................................................

Senin, 27 Januari 2014

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Memacu saraf otot dan refleksi pada katak serta pengaruh macam-macam pacu



Tujuan :
·         Untuk memberikan macam-macam acuan atau rangsangan agar otot berkontraksi
·         Untuk mengetahui gerak reflek pada katak yang diakibatkan oleh bermacam-macam pacu yang meliputi pacuan mekanis, chemis, elektris pada reseptor
Metode praktikum
·         Alat dan bahan
a.       Pembunuh katak lengkap
b.      Pinset galvani
c.       Larutan ringer
d.      Gelas arloji
e.       Kertas filter
f.        Gliserin atau garam (NaCl)
g.      Statif dengan penjepit
h.      Alat pemacu listrik
·         Cara kerja
a.       Rangsangan golvanis
b.      Rangsangan Panas
c.       Reflek membalik
d.      Rangsangan kimiawi
e.       Melihat pengaruh decerebrasi (penghilangan cerebra spinalis)
f.        Pengaruh pacu mekanis
g.      Pengaruh pacu chemis
h.      Pengaruh pacu listrik
i.        Mengamati pengaruh kerusakan medula spinalis
Pembahasan
Sistem saraf adalah sistem organ pada hewan yang terdiri atas serabut saraf yang tersusun atas sel-sel saraf yang saling terhubung dan esensial untuk presepsi sensori inderawi (Wikipedia, 2012)
            Reflek adalah respon yang cepat dan tidak disadari terhadap perubahan lingkungan interna maupun lingkungan eksterna, terjadi lewat suatu lintasan reflek yang disebut dengan lengkung reflek. Komponen utama dari lengkung reflek adalah reseptor yang menerima stimulus, efektor yang merespon stimulus, neuron sensorik dan motorik yang merupakan lintasan komunikasi antara reseptor dan efektor. (Basoeki, 2000)
            Gerak reflek terjadi sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerak reflek terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa tersadari terlebih dahulu. Reflek adalah suatu aktifitas jaringan perifer yang tidak disadari akibat adanya pacuan terhadap reseptor maupun serabut afferent arcus reflek. Hewan yang dirusak otaknya masih dapat melakukan kegiatan reflek karena medula spinalisnya masih utuh.

Mekanisme gerak reflek
Rangsangan – Reseptor – Saraf Sensori – Sumsum Tulang Belakang – Saraf Penghubung (Asosiasi) – saraf Motorik – Efektor.

Berdasarkan atas percobaan yang telah dilakukan terdapat 3 kelompok perlakuan. Perlakuan pertama bertujuan untuk memacu saraf pada otak hewan. Perlakuan kedua bertujuan untuk mengetahui reflek katak. Perlakuan ketiga bertujuan untuk perlakuan reflek membalik pada katak.
Perlakuan reflek membalik pada katak didapatkan bahwa katak (Rana, sp) membalikkan diri secara cepat ketika katak dalam keadaan normal. Namun ketika katak telah di dekapitasi (dihilangkan tempurung kepala dari badannya) katak tidak dapat membalikkan diri. Seharus nya yang terjadi, katak masih dapat membalikkan diri dikarenakan gerak reflek terjadi pada sumsum tulang belakang dan bukan pada medula spinalis. Namun yang terjadi berbeda dikarenakan proses dekapitasi terlalu berlebihan atau antara waktu pen-dekapitasi-annya pada katak dengan perlakuan terpaut terlalu lama. Pendapat lain menyebiutkan bahwa faktor yang mempengaruhi katak tidak dapat membalikkan tubuh dikarenakan pusat keseimbangan tubuhnya telah rusak. Pusat keseimbangan tersebut terletak pada Cerebellum.
Perlakuan kadua adalah untuk mengetahui reflek katak terhadap berbagai macam pacuan. Pada katak normal yang diberi pacuan mekanis, panas, golvani (alat setrum), chemis (kimia), dan meddula spinalis (penusukan daerah medula spinalis/kepala bagian atas) menghasilkan respon gerak yang sangat cepat. Sedanglkan pada katak yang telah dicerebrasi atau di dekapitasi menanggapi respon yang lambat. Bahkan pada saat medula spinalis dirusak, tidak ada gerak reflek sama sekali. Hal tersebut dikarenakan saraf pusat yang mengatur gerak reflek terdapat di medula spinalis juga. Sehingga setelah di dekapitasi pun saraf otot pada katak masih menunjukkan gerak reflek walaupun lambat dikarenakan susunan sarafnya tidak sempurna.
Pada perlakuan untuk memacu saraf dan otot didapatkan hasil otot paha dan dada telah dipisahkan dari tubuh utama dan awalnya telah mati, kemudian ditetesi dengan larutan NaCl 10% menunjukkan kedutan (gerak). Semakin tinggi konsentrasi larutan, semakin cepat pula respon yang ditimbulkan. Saat ditetesi larutan gula dan H2SO4, juga memberikan respon yang sama. Peristiwa tersebut dapat disebabkan oleh larutan NaCl merupakan hipertonik basa sehingga ketika mengenai darah oto yang bersifat asam, oto akan mengkerrut. Sedangkan larutan H2SO4 merupakan hipertonik asam sehingga ketika mengenai otot yang hipertonik asam akan menyebabkan otot mengembang. Lalu otot terlihat bergerak.

Minggu, 26 Januari 2014

Tamasya diantara puing-puing realitas



Perdebatan mengenai seni dan estetika dewasa ini berkisar di seputar upaya untuk mempertanyakan kembali hubungan mendasar antara seni dan penciptanya, antara seni dan masa lalu, serta antara seni dan sejarah. Misalnya, apakah seorang pencipta seni yang otonom, dan seorang pengukir sejarah seni? Atau, apakah ia hanya seorang penyampai pesan-pesan dan kode-kode bahasa yang diwariskan dari masa lalu? Kecenderungan seni dewasa ini memang berorientasi kedua arah yang saling berlawanan arah ini; ke arah masa lalu dalam bentuk dialog-dialog tekstual, dan kearah masa depan dalam bentuk penjelajahan batas-batas prinsip, medium, dan kanon seni, seperti yang tampak pada fenomena seni video, seni tubuh, atau seni bumi. Hal ini telah menimbulkan kesimpangsiuran tentang makna historis seni dan otoritas seniman, serta menimbulkan semacam kekacauan epistemologis berkaitan dengan kategori-kategori seni.
            Sejarah artistik modernitas pada hakekatnya adalah sebuah sejarah kemajuan dan keontetikan. Apa yang disebut sebagai karya otentik dalam wacana estetika modern sellau dikaitkan dengan kemunculan yang baru dan keterputusannya dengan yang lama. Tanda yang mencolok dari karya yang disebut modern, menurut Habermas, adalah “sesuatu yang baru”, yang akan dikuasai dan dibuat usang melalui kebaruan gaya yang berikutnya. Keterputusan dan kemunculan baru ini sifatnya tak lebih dari pemenuhan sementara kerinduan yang abadi akan keindahan.
            Akan tetapi, sejarah kemajuan seni modern, yang memang tidak akan membawa manusia keharibaan keindahan absolut, tengah mengalami semacam kebekuannya dalam tiga dekade terakhir ini. Ketika bidang didalam bingkai gambar telah dieksploitasi sampai sudut terakhirnya, bahkan ketika seni telah menjelajah jauh di luar bingkai seni itu – diluar medium yang biasa, diluar norma dan prinsip yang ada – ia sampai pada satu titik, dimana kebaruan dalam seni kehilangan kekuatan provokasinya, bahkan tidak memproduksi lagi apa yang disebut Shock Of The New. Penjelajahan artistik modernitas kemasa depan yang bersifat progresif, utopis, dan tanpa batas telah berakhir dengan sebuah jalan buntu: tak ada lagi daerah baru untuk dijelajah, tak ada lagi ruang untuk dikuasai, tak ada lagi kebaruan yang lebih baru – semua berakhir dengan kefatalan. “tiba – tiba” kata Jean Baudrillard,”muncul sebuah tikungan di jalan, sebuah titik kembali. Di suatu tempat, panorama yang real menghilang, panorama dimana anda masih mempunyai aturan untuk bermain dan pegangan tempat bergantung” tikungan diujung jalan itu adalah tempat sejarah menemukan kebekuannya. Sejarah itu sendiri tidak lenyap, kata Baudrillard, ia hanya dalam masa tidur panjang, dalam keadaan koma. “Bahkan, tanpa menyadari akan perubahan yang terjadi, kita tiba-tiba telah meninggalkan dunia real di belakang kita”
            Sejarah, yang pada awalnya merupakan rekaman realitas, kini berada di dalam ruang hiperealitasdalam bentuk simulasi. Sejarah tak lagi bermakna, ia tak lagi menunjuk apapaun – apakah itu ruang sosial apakah itu realitas. Kita masuk dalam situasi dimana segala sesuatu diulang-ulang secara tak terbatas. Keadaan stagnasi ini telah menimbulkan semacam krisi keprcayaan terhadap kemajuan dan kebaruan, dan dalam waktu yang bersamaan telah menimbulkan rasa ketidakamanan terhadap kemungkinan masa depan yang utopis. Satu-satunya realitas yang tersisa peralihan dari suatu benda (komoditi) ke benda (komoditi) lainnya. Dan satu-satunya kepercayaan yang ada adalah kepercayaan pada peralihan konstan dalam bentuk kebudayaan materi ini.
            Keharusan beralih dari satu benda ke benda lainnya, merupakan satu manifestasi dari sistem kapitalisme. Segalanya harus bergerak: mesin harus berputar modal harus berjalan, stok harus diganti, window display harus dibersihkan, mode harus dibikin baru, dan seterusnya. Kepanikan dalam diskursus kapitalisme adalah kepanikan akan percepatan. Bagaikan seorang pengendara mobil balap yang berputar ad infinitum melingkari sirkuit, tidak ada bekas sejarah yang ditinggalkannya dibelakang, kecuali obsesinya terhadap kecepatan dan percepatanitu sendiri. Hukum kebudayaan benda kapitalisme merupakan analogi dari hukum ekonomi sirkuit – segala sesuatu harus bergerak, berputar, bergeser dalam tempo dan percepatan yang bersaing.
            Meskipun seni tidak dapat dibandingkan dengan televisi, pada kenyataanya seni (yang dianggap atau menganggap diri) posmodern tak ubahnya seperti wacana televisi. Televisi dalam bentuknya sebagai komoditi, bukanlah semata rekaman historis dari realitas – realitas. Sebaliknya, televisi merupakan deskonstruksi dan penghancuran realitas dan sejarah. Di dalam televisi realitas dan sejarah bisa disimulasi dan dimanipulasi, di re-play. Demikian pula halnya dengan seni posmodern dalam hal ini, penjelasan Baudrillard mengnai seni posmodern dapat memberikan gambaran betapa tipis batas antara seni posmodern dan televisi. Seni posmodern katanya, mengandung karakteristik tertentu dari sebuah alam, dimana tak mungkin lagi ada definisi. Inilah salah satu bentuk kemungkinan citra – citra yang bangkit kembali dalam bentuknya yang ironis. Seseorang tidak lagi berda di sejarah seni atau sejarah bentuk. Semuanya telah didekonstruksi atau dimusnahkan. Dalam kenyataanya, tak ada lagi referensi untuk bentuk. Semuanya telah pernah dibuat. Batas terjauh dari kemungkinan bentuk telah dicapai. Referensi telah memusnahkan dirinya sendiri. Ia telah mendekonstruksi alam semestanya sendiri. Kini yang tertinggal hanyalah kepingan – kepingan. Yang masih tersisa untuk dilakukan adalah bermain dengan kepingan – kepingan ini.
            Ketika seluruh pelosok bingkai seni telah dijelajahi, ketika tak ada lagi yang dapat dikatakan sebagai sesuatu yang baru, dan ketika dalam penjelajahan seni yang ditemukan hanyalah tikungan – tikungan antitesis sejarah, maka yang dpat dilakukan oleh sang seniman adalah mengkombinasikan kembali dengan bermain bentuk-bentuk yang sudah ada, yang sudah dibuatyang sudah diwariskan. Jadi semacam penjelajahan dan dialog dengan masa lalu.